KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4

 


KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF

Oleh

Devan Aditya Rahman, M. Pd

Calon Guru Penggerak Angkatan 11 Kabupaten Buru

 

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pada artikel ini Saya Devan Aditya Rahman Calon Guru Penggerak Angkatan 11 dari SMP Negeri 10 Buru Kabupaten Buru akan memaparkan Koneksi Antar Materi pada Modul 1.4 Budaya Positif.


I.    Kesimpulan Peran dalam Penerapan Budaya Positif di Sekolah

Budaya Positif adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab. Mewujudkan Budaya Positif di sekolah sangat memerlukan peran dari Guru. Dalam menjalankan perannya dalam mewujudkan Budaya Positif saya perlu memahami komponen-komponen dalam Budaya Positif, yaitu Disiplin Positif, Kebutuhan Dasar Manusia, Motivasi Perilaku Manusia, 5 Posisi Kontrol, Keyakinan Kelas dan Segitiga Restitusi.

Setelah mempelajari Modul ini saya mencoba mengambil peran aktif dalam penerapan Budaya Positif di sekolah. Hal pertama yang saya lakukan untuk menerapkan Disiplin Positif adalah mengenalkan tentang keyakinan kelas pada murid-murid saya. Saya memberikan pemahaman tentang pentingnya memiliki keyakinan kelas sebagai dasar atau pedoman dalam melaksanakan aktivitas Pembelajaran. untuk memperkuat motivasi dari dalam diri siswa saya juga melakukan asesmen awal yang menggali tentang cita-cita siswa dan refleksi terhadap kelebihan dan kekurangan mereka masing-masing. Harapan saya siswa menjadi lebih termotivasi untuk menerapkan kebiasan-kebiasaan positif baik di sekolah maupun di rumah. Kegiatan pengenalan keyakinan kelas kemudian saya lanjutkan dengan membuat keyakinan kelas atau kesepakatan kelas bersama-sama dengan siswa.

Hal lain yang saya terapkan adalah dalam mengambil posisi control saat menghadapi kesalahan  atau permasalahan yang dialami siswa, saya mencoba lebih banyak mengambil peran sebagai manajer untuk lebih banyak memahami inti permasalahan dari perspektif siswa dan mendorong siswa untuk menemukan sendiri solusi dari permasalahan yang dihadapinya. Di dalam kelas saya juga mencoba lebih banyak memberikan pemahaman tentang apa manfaat dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di sekolah ataupun di dalam kelas, hal ini untuk memberikan pemahaman baru bagi siswa bahwa sekolah itu tidak hanya untuk mendapatkan nilai dan ijazah ataupun hanya untuk menuruti perintah orang tua, namun siswa harus menemukan manfaat dan dorongan dari dalam dirinya untuk membangun motivasi yang lebih baik.

Dalam melaksanakan peran tersebut saya banyak mendapatkan ilham dan motivasi dari materi pada modul-modul sebelumnya. Saya mencoba bertindak dengan mengedepankan sudut pandang siswa setelah mendapatkan materi Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan itu berpusat pada murid dan dilaksanakan untuk menuntun murid mencapai keselamatan dan kebahagiaan, sudah seyogyanya setiap tindakan yang dilakukan saya sebagai Guru harus bertujuan untuk keberhasilan murid. Pemahaman saya tentang Nilai dan Peran Guru Penggerak juga membantu saya dalam menjalin kolaborasi dengan atasan maupun rekan guru dalam penerapan Budaya Positif di sekolah. Dengan banyak berkolaborasi saya berharap dapat muncul inovasi-inovasi baru dalam penerapan Budaya Positif. Dan tentu semua kegiatan yang saya laksanakan masih dalam satu koridor pedoman yang sama yaitu dalam rangka mencapai visi pribadi saya tentang murid yaitu “Mewujudkan murid yang berbudi pekerti luhur, berpikir kritis & kreatif, mandiri, kolaboratif dan berdaya saing global”. Saya yakin penerapan Budaya positif di kelas dan di sekolah dapat membantu saya mewujudkan visi saya sebagai calon guru penggerak.

 


II.  Refleksi Pemahaman Materi

a.   Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

Disiplin Positif adalah sebuah pendekatan dalam membangun karakter siswa dari dalam diri tanpa melibatkan hukuman dan penghargaan. Dalam pendekatan ini kita sebagai Guru mengajarkan anak bertanggung jawab dan menumbuhkan kesadaran diri berdasarkan nilai-nilai Kebajikan yang diyakini oleh siswa. Dengan kata lain, disiplin postif merupakan proses membentuk murid menjadi seseorang yang bisa bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tidakan mereka pada nilai-nilai kebajikan universal. Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.

Dalam membangun disiplin positif, terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Dalam pendekatan disiplin positif, langkah yang tepat untuk menangani pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan oleh siswa adala dengan Restitusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).

Dalam menjalankan restitusi, sebagai guru kita sebaiknya mengambil posisi kontrol sebagai seorang manajer. Posisi Manajer ini menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan pribadi, pengembangan keterampilan berpikir kritis, dan kemampuan mengatasi masalah pada murid. Pendekatan ini membantu murid untuk berperilaku secara lebih bertanggung jawab, dan pada saat yang bersamaan mengembangkan kemampuan untuk mengatasi masalah dan membuat keputusan yang baik. Hal ini juga menciptakan hubungan yang lebih positif antara guru dan murid, di mana guru berperan sebagai fasilitator perkembangan pribadi dan pemahaman diri pada murid.

Terdapat tahapan-tahapan yang dapat dilakukan dalam melakukan restitusi yang dapat kita sebut sebagai Segitiga Restitusi. 3 Sisi Segitiga Restitusi antara lain: 

1.     Menstabilkan Identitas : Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses.

2.     Validasi Tindakan yang Salah: Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

3.     Menanyakan Keyakinan : Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan

Hal yang menarik dan diluar dugaan bagi saya dalam penerapan Disiplin Positif adalah saat penerapan Keyakinan/Kesepakatan Kelas. Saat saya menerapkan keyakinan di kelas saya, saya mendapatkan respon yang cukup baik dari siswa yang biasanya terkenal bandel dan pemalas. Mereka menunjukkan perubahan perilaku yang cukup drastic dimana mereka menjadi lebih aktif dan partisipatif dalam kegiatan pembelajaran. Mereka juga mulai percaya diri untuk tampil di depan kelas misalnya untuk memimpin do’a dan membacakan hasil diskusi kelompok, padahal selama ini saya mengenal mereka pemalu, dan malas untuk tampil ke depan.

 

b.   Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?

Perubahan cara pikir saya dalam menciptakan budaya positif di kelas atau sekolah adalah saya mendapatkan pemahaman baru bahwa disiplin siswa itu dibentuk secara dua arah. Dimana guru bertindak sebagai motivator dan pengontrol dan siswa membangun disiplin melalui kesadaran pribadinya masing-masing. Hal ini berbeda dengan cara pandang saya sebelumnya dimana saya meyakini bahwa disiplin siswa itu hanya dapat dibentuk dengan menerapkan aturan dengan seketat mungkin dan tanpa kompromi untuk menimbulkan kepatuhan siswa terhadap peraturan yang ada di kelas atau di sekolah.

c.   Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?

Pengalaman yang saya alami dalam penerapan budaya positif di sekolah adalah saya mendapatkan penerapan keyakinan kelas ternyata dapat memunculkan perubahan perilaku yang cukup drastis pada siswa, dari siswa yang semula malas dan bandel menjadi siswa yang mulai menemukan kemauan untuk belajar dan kepercayaan diri untuk berpartisipasi di dalam kelas. Penerapan budaya positif juga dapat membuat kelas menjadi lebih menyenangkan karena saya tidak perlu lagi banyak marah-marah saat siswa tidak tertib di kelas, cukup diingatkan dengan keyakinan/kesepakatan kelas siswa sudah bisa kembali tertib.

d.   Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?

Saat mengalami hal tersebut saya merasa senang karena apa yang saya pelajari dan saya terapkan ternyata membuahkan hasil dan memberikan dampak perubahan di kelas. Walaupun perubahan yang terjadi masih pada hal-hal kecil namun itu juga memberikan motivasi baru bagi saya untuk terus memperbaiki diri dan proses di kelas sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.

e.   Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?

Yang sudah baik adalah dalam penerapan keyakinan kelas. Siswa sudah cukup memahami apa itu keyakinan kelas dan konsekuensi yang muncul dari penerapan keyakinan kelas tersebut. Hal ini membantu saya dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Yang perlu saya perbaiki adalah dalam penerapan restitusi pada siswa bermasalah. Saya belum menemukan solusi yang pas dalam penerapan restitusi apabila siswa yang melakukan pelanggaran berjumlah banyak sehingga restitusi secara pribadi menjadi kurang efektif dan memakan banyak waktu.

f.    Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini,  posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya? 

Sebelum mempelajari modul ini saya banyak mengambil peran dalam posisi penghukum dan pembuat rasa bersalah. Saat itu saya merasa disiplin dapat dibentuk apabila murid menyadari apa yang akan menimpa mereka saat melanggar peraturan sehingga murid akan takut untuk melanggar peraturan yang ada. Saya memiliki pemahaman bahwa semakin berat hukuman yang diberikan maka siswa akan semakin disiplin. Setelah mempelajari modul ini saya mencoba lebih banyak mengambil peran sebagai manajer. Sebagai manajer saya mencoba memahami lebih jauh alasan dibalik perilaku atau pelanggaran yang dilakukan oleh murid lalu menerapkan segitiga restitusi untuk menumbuhkan disiplin positif dalam diri siswa. Saya menjadi lebih senang setelah mengambil peran sebagai manajer karena saya menjadi tidak emosional dalam menghadapi kesalahan siswa. Sebelumnya saya mudah marah apabila menemukan siswa melakukan kesalahan atau pelanggaran.

g.   Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?

Sebelum mempelajari modul ini saya pernah menerapkan restitusi walaupun tidak lengkap tiga Langkah. Saya pernah mempraktekkan tahap ketiga yaitu menanyakan keyakinan dan membimbing penemuan solusi dari siswa terhadap pelanggaran yang mereka lakukan. Misalnya saya pernah membimbing siswa untuk menemukan solusi dari perilakunya yang sering terlambat dan mengenakan seragam tidak sesuai jadwal. Mereka mengusulkan untuk tidur lebih awal dan memasang alarm serta mencuci seragam setelah pulang sekolah.

h.   Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Hal lain yang penting dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif adalah melakukan kolaborasi antara sekolah dan orang tua murid agar budaya positif ini jangan hanya dilakukan di kelas atau sekolah saja melainkan juga harus dilakukan di rumah agar menjadi suatu kebiasaan atau karakter yang melekat pada diri murid saat berada di lingkungan manapun dia berada. Selain itu, penting juga untuk mempelajari perlunya tindak lanjut yang melibatkan refleksi secara berkala, misalnya pada akhir setiap semester, dan pengawasan terhadap konsistensi penerapan budaya positif di lingkungan sekolah atau kelas. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa budaya positif yang telah dikembangkan menjadi ciri khas atau nilai tambah yang berkelanjutan bagi sekolah.

 

 

 


 

Posting Komentar

0 Komentar